Kamis, 11 Agustus 2011

ISLAM DAN ARAB



Salah satu pakaian lelaki Arab
“Kita harus bisa membedakan mana ajaran dalam Islam yang merupakan pengaruh kultur Arab dan mana yang tidak. Aspek-aspek Islam cerminan kebudayaan Arab, misalnya jilbab, potong tangan, qishash, rajam, jenggot, jubah, tidak wajib diikuti, karena itu hanya ekspresi lokal partikular Islam di Arab.”
Pernyataan itu sering terdengar di lingkungan kelompok-kelompok pengajian tertentu; termasuk di lingkungan Jaringan Islam Liberal (JIL).
Dalam sebuah diskusi di UNJ beberapa tahun lalu, sang tokoh JIL Ulil Abshar Abdalla menyebutkan bahwa hukum qishas (bunuh balas bunuh) sudah ada sejak zaman Israel kuno. Dengan demikian, hukum qishas yang dinyatakan Al-Qurãn – katanya –  diambil dari kebiasaan bangsa Israel (Yahudi).
Pada waktu itu saya menyambung perkataan Ulil dengan mengatakan bahwa ibadah haji pun sering disebut sebagian orang Islam sebagai ibadah Arab jahiliyah yang diadopsi oleh Islam. Kepada Ulil, dan orang-orang Islam tersebut saya mengajak mereka merenungkan pertanyaan ini: “Manakah yang lebih tua; agama Allah atau bangsa Israel dan Arab?”
Dalam Al-Qurãn, Allah menegaskan bahwa satu-satunya agama miliknya adalah Islam. Agama ini diturunkan Allah melalui rasul-rasulnya, yang menurut Hadits berjumlah ratusan orang. Di antara mereka, ada beberapa orang yang diturunkan kepada bangsa Israel dan Arab. Bangsa Israel sendiri —sekuno apa pun, menurut para ahli sejarah, baru muncul pada 2000 tahun sebelum Masehi. Jadi, sampai sekarang mereka baru berusia 4000 tahun. Artinya, mereka jauh lebih muda dari bangsa Arab yang sejak 5000 tahun sebelum Masehi sudah berkeliaran di padang pasir Arabia.[1] Memang tidak mustahil bahwa bangsa baru menebar pengaruh budaya kepada bangsa lama. Tidak mustahil pula bila Yahudi ‘mengajarkan’ hukumqishash kepada bangsa Arab. Tapi masalahnya, apakah hukum tersebut ciptaan Yahudi, atau justru mereka menerimanya dari rasul Allah?
Sebelum kerasulan Muhammad, bangsa Arab memang banyak belajar dari Yahudi. Tapi, tentang hukum bunuh balas bunuh, dikatakan para ahli sejarah bahwa hal itu sudah menjadi tradisi bangsa Arab sejak lama. Phiplip K. Hitti, misalnya, menulis tentang “suatu hukum kuno di padang pasir”:
Jika seorang anggota dari klan melakukan pembunuhan di dalam lingkungan klan itu sendiri, maka tak seorang anggota yang lain pun yang akan membela dirinya. Jika ia dapat melarikan diri, maka ia pun telah berada di luar dasar hukum dan tidak lagi dilindungi oleh peraturan-peraturan yang berlaku. Jika si pembunuh bukan seorang anggota dari  klan orang yang terbunuh itu, maka direncanakan suatu pembalasan atas pembunuhan itu, dan kini tiap anggota dari klan si pembunuh tadi berada dalam kemungkinan akan terbunuh.
Menurut suatu hukum kuno di atas padang pasir, maka penumpahan darah menuntut penumpahan darah juga sebagai balasnya; tak ada suatu bentuk denda yang lain yang diakui untuk itu, selain daripada pembalasan dendam hati yang serupa. Keluarga yang terdekat pertaliannya kepada si pembunuh, itulah yang dianggap harus memikil tanggungjawab terbesar atas pembunuhan itu. Dendam hati yang berdasarkan pembunuhan dapat berlangsung terus selama empatpuluh tahun. …[2]
H. Fuad Hashem menambahkan:
Kalau ada anggota keluarga yang tewas tanpa pembalasan, ia dianggap mati konyol, darahnya hanya bagai embun tak berharga yang menetes di tanah. Arwahnya akan keluar lewat kepala dan berubah jadi burung hantu. Malam hari ia akan bertengger di pusara korban sembari menjerit: “Minum! Minta minum!” (isquni). Kalau dendam telah dibalas dan darah pembunuh telah ditebus, barulah sang burung hantu berhenti menjerit.[3]
Apakah kita hendak mengatakan bahwa “hukum kuno di atas padang pasir” tersebut merupakan pengaruh dari Israel kuno? Kemungkinan yang paling logis adalah mereka, bangsa Arab, mendapatkan hukum tersebut dari para rasul Allah yang pernah hidup di tengah-tengah mereka. Namun hukum warisan para rasul itu telah mengalami pergeseran sedemikian rupa. Karena itulah, Allah mengoreksinya melalui Al-Qurãn.
Ayat-ayat Al-Qurãn yang menyinggung hukum qishash di antaranya adalah surat Al-Baqarah ayat 178-179. Di situ ditegaskan bahwa sehubungan dengan jatuhnya korban pembunuhan, maka Allah menetapkan hukum qishahs, yaitu pembalasan yang sama, atas pelaku pembunuhan. Tapi  si pelaku bisa mendapat keringanan, yaitu dengan cara membayar denda, bila pihak keluarga korban memaafkan. Ditegaskan pula oleh Allah bahwa hukum qishash itu pada hakikatnya adalah suatu cara untuk mengamankan kehidupan  manusia, dari ancaman pembunuhan sewenang-wenang.
Apakah, berdasar kenyataan demikian, kita hendak mengatakan bahwa ayat-ayat Al-Qurãn itu adalah contekan dari tradisi bangsa Israel kuno? Tidak. Kita justru semakin yakin bahwa ajaran Allah itu tidak berubah-ubah. Apa yang dulu disampaikan kepada bangsa Israel melalui Nabi Musa (Taurat), misalnya, disampaikan pula kepada bangsa Arab dan kita semua melalui Nabi Muhammad (Al-Qurãn).
Kemudian, tentang jilbab, benarkah pula bahwa jilbab itu merupakan pakaian tradisional (wanita) Arab? Jika memang mengenakan jilbab sudah menjadi tradisi mereka, mengapa Allah harus menyampaikan lagi perintah mengenakan jilbab melalui Al-Qurãn?
Islam, meski diturunkan di tanah Arab, memang tidak lantas identik dengan Arab. Dalam beberapa hal, Al-Qurãn justru begitu lantang menyatakan celaan terhadap Arab. Dalam surat At-Taubah ayat 97, misalnya, dikatakan bahwa orang Arab itu  cenderung bersikap sangat kufur dan munafik. Dalam sebuah khutbahnya yang terkenal, Khutbah Wada, Rasulullah pun menegaskan bahwa bangsa Arab tidak lebih baik dari non-Arab.

[1] Max I. Dimont, dalam Jews, God And History, hal. 184, Signet Book, New York, 1962.
[2] Dunia Arab, terj. Usuludin Hutagalung dan O.D.P. Sihombing, hal 21, cetakan ketujuh, Penerbit “SUMUR BANDUNG”, tanpa tahun.
[3] Sirah Muhammad Rasulullah/Suatu Penafsiran Baru, hal. 36, cetakan pertama, Mizan, 1989

1 komentar:

  1. Ente juga mesti tau di arab ada beberapa mazhab, nah ini yang berkembang menjadi aliran, jangan dipukul rata mentang2 arab begitu. Itu ente tau ajaran allah gak berubah, yang berubah itu orangnya, termasuk isa bugis merubah ajaran allah

    BalasHapus