Sesungguhnya Kami (Allah) menurunkannya (Al-Qurãn) pada Malam Al-Qadr.
Tahukah anda apa itu Malam Al-Qadr?
(Nilai) Malam Al-Qadr itu lebih baik dari seribu bulan.
Pada malam itu Malaikat turun membawa Ar-Rûh (yakni Al-Qurãn sebagai ruh budaya),
yang berisi perijinan (otorisasi) Rabb mereka atas segala urusan.
(Malam Al-Qadr ) itulah malam (proklamasi) keselamatan,
sehingga menjadi titi mangsa (momentum) terbitnya fajar (peradaban)
∆
إنّا أنزلناه فى ليلة القدر – ومآ أدراك مآ ليلة القدر – ليلة القدر خير من ألف شهر – تنزّل الملائكة والروح فيها بإذن ربهم من كل أمر – سلام هي حتى مطلع الفجر
Sesungguhnya Kami (Allah) menurunkannya (Al-Qurãn) pada Malam Al-Qadr.
Tahukah anda apa itu Malam Al-Qadr?
(Nilai) Malam Al-Qadr itu lebih baik dari seribu bulan.
Pada malam itu Malaikat turun membawa Ar-Rûh (yakni Al-Qurãn sebagai ruh budaya),
yang berisi perijinan (otorisasi) Rabb mereka atas segala urusan.
(Malam Al-Qadr ) itulah malam (proklamasi) keselamatan,
sehingga menjadi titi mangsa (momentum) terbitnya fajar (peradaban)
∆
Butir-butir pelajaran
- Lailatul-Qadr adalah mathla’il-fajr.[1] Yaitu sebuah “titi mangsa” (momentum) terbitnya fajar peradaban baru, yang dalam sejarah kemudian disebut sebagai Peradaban Islam.
- Sebagai sebuah momentum – yakni momentum penujrunan Al-Qurãn , maka ia hanya terjadi satu kali dalam sejarah, dan tidak berulang di masa-masa setelahnya.
- Namun bila kita mengacu pada surat Al-Baqarah ayat 183 yang mengisyaratkan bahwa perintah shaum Ramadhan adalah perintah ulangan, dari perintah yang sama atas orang-orang (umat-umat para rasul sebelum Muhammad), dan surat Al-Baqarah ayat 185 yang menyebut bulan Ramadhan sebagai bulan penurunan Al-Qurãn, maka boleh jadi, lailatul-qadr itu adalah perulangan dari momen-momen sebelumnya, di masa lalu, seperti halnya perulangan munculnya rasul demi rasul, yang berhenti pada Nabi Muhammad, yang merupakan rasul terakhir.
- Berdasar logika (pertimbangan) di atas (butir 3), maka semakin tegas bahwa lailatul-qadr pada umat Muhammad hanya terjadi sekali, yaitu sebagai titi mangsa penurunan Al-Qurãn.
- Titi mangsa itu memiliki keunggulan dibanding ‘seribu bulan’.
- “Seribu” adalah ungkapan sastrawi untuk menyebut jumlah tak terhingga; sedangkan “bulan” mengacu pada sistem kalenderisasi berdasar peredaran bulan (lunar system).
- Pada titi mangsa yang disebut Lailatul-Qadr itulah terjadi pewahyuan Al-Qurãn (pertama kali), sebagai Ar-Rûh (ruh budaya), yang berisi perijinan (otorisasi) Rabbul-‘Alamin, bagi manusia (para mu’min, dengan pimpinan Rasulullah), untuk menata segala urusan kehidupan.
- Lailatul-Qadr, yang de facto (kenyataannya) merupakan saat penurunan Al-Qurãn, adalah sebuah titi mangsa dilakukannya proklamasi “keselamatan” atau “penyelamatan” (salãmun) umat manusia dari kegelapan ilmiah/budaya (zhulumãt); sehingga (hattã) resmilah Lailatul-Qadr itu menjadi mathla’il-fajr , alias titi mangsa terbitnya fajar peradaban baru. Yaitu peradaban yang bertumpu pada Al-Qurãn sebagai konsepnya.
[1] Mathla’(un) مطلع di sini adalah isim zaman (kata penunjuk waktu).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar