Minggu, 14 Agustus 2011

TUJUH TAHAP SEJARAH NABI MUHAMMAD



goa-hira1
Goa Hira
Para ahli Hadis membagi sejarah kehidupan (biografi) Nabi Muhammad ke dalam periode Makkah dan Periode Madinah. Pembagian ini secara urutan (kronologi) waktu adalah sah dan secara sejarah adalah penting.
Sebagai tambahan, saya percaya bahwa perjuangan Rasulullãh bisa dibagi ke dalam tujuh tahap. Setiap tahap membawa serta sebuah segi yang berbeda dari kepribadian beliau yang mulia dan menonjolkan sebuah sisi dari risalahnya yang agung.
Mengkaji berbagai tahap risalah (kerasulan; misi) Rasulullãh dan menganalisis (mengurai) dinamika internalnya (suasana kejiwaan beliau) adalah hal-hal penting yang membuat sejarah hidup Rasulullãh menjadi relevan (nyambung) dengan kehidupan kita sekarang.
Percari Sinar (Nûr) di Zaman Kegelapan (Zhulumãt)
Sepanjang rekaman biografi Rasulullãh, kita mendapat gambaran bahwa beliau begitu tekun (serius) memikirkan penyakit-penyakit masyarakat selama bertahun-tahun. Masyarakat tempat beliau lahir adalah masyarakat yang kacau (chaos) secara budi pekerti (moral), keagamaan, dan ekonomi. Keadaan masyarakat beliau di abad ketujuh itu sulit dibedakan dengan keadaan kita sekarang. Masyarakat kita sekarang adalah masyarakat yang larut dalam kekerasan, penyelewengan, pemerasan, gila kebangsaan (racism), gila alkohol, kepincangan ekonomi, ketidakadilan, dan seterusnya.
Lenyapnya moralitas dalam kehidupan masyarakat sekarang tentu menjadi keprihatinan setiap orang yang suka merenung. Untuk itu, mereka bisa menggali inspirasi (ilham; pelajaran) dari kehidupan Rasulullãh.
Masyarakat Arab di abad ketujuh, yang susunan-(struktur)-nya berasas pada kerakusan, kerusakan budi pekerti, dan kekerasan, dapat diubah dalam waktu yang sangat singkat, oleh Rasulullãh, menjadi masyarakat dengan keadaan moral, ekonomi, dan bahkan politik dengan standar (ukuran) tertinggi dalam catatan sejarah.
Dukungan dari langit dan bumi
Suatu hari ketika beliau sedang menyepi di Goa Hira (sebuah goa dekat Makkah), beliau menerima wahyu. Hal ini menegaskan betapa pentingnya peran “pengetahuan langit” (celestial knowledge) sebagai pembimbing kecerdasan (intelektualitas) manusia yang terbatas. Sejak itu, kita sadar betapa mahabesarnya tugas yang dibebankan kepada Rasulullãh di depan.
Sungguh menarik dan sekaligus mencerahkan mengetahui bahwa seorang manusia yang kelak menjadi orang yang peling berpengaruh sepanjang sejarah kemanusiaan itu ternyata pernah mengalami tahap-tahap ketidakpastian dan misinya.
Berkat Al-Qurãn; dan semangat serta dukungan istri tercintanya Khadijah; juga dukungan dan bantuan para Sahabat dekat beliau yang selalu datang setiap dibutuhkan, adalah pelajaran yang berharga bagi kita, manusia yang jauh dari kesempurnaan.
Raja sabar  dan optimis
Sisi berikutnya dari kehidupan beliau adalah menawarkan perubahan bersama dengan mengajak orang lain masuk Islam.
Perubahan selalu mengundang ancaman, dan semakin besar perubahan, semakin besar pula ancamannya, dan semakin hebat permusuhan yang harus dihadapi. Ini terjadi bila perubahan itu ditawarkan pada sistem atau kebiasaan yang sudah mapan, baik dalam bidang ekonomi, kemasyarakatan, maupun perilaku.
Hal itu terjadi ketika perubahan dikaitkan dengan perilaku pribadi, khususnya dalam kaitan dengan sikap setiap orang. Tidak heran bila perjuangan untuk melakukan perubahan justru mengancam kehidupan pejuangnya sendiri.  Muhammad harus menempatkan diri di tengah ancaman tersebut, bahkan kemudian para pengikutnya yang baru sedikit pun terancam dimusnahkan.
Kemampuan bertahan dalam menghadapi kesengsaraan adalah hal terpenting dalam tahap ini. Kesabaran dan teleransi yang dipamerkan Rasulullãh dalam tahap ini adalah sumber kekuatan bagi banyak Muslim yang merasakan sendiri tekanan dan situasi yang tidak memberi harapan.
Pemimpin semua golongan
Hijrah ke Yatsrib (yang kemudian menjadi Madînah), yang menandai awal tahap berikutnya, membutuhkan perencanaan matang dan pelaksanaan yang menyeluruh. Rasulullãh memperlihatkan bahwa kemandirian dan penyandaran diri kepada Allãh adalah dua hal yang menjamin sukses.
Ketika beliau dipilih menjadi pemimpin masyarakat Madînah, sisi lain dari kepribadiannya mulai muncul, yaitu kemampuannya membentuk masyarakat yang terdiri dari berbagai bangsa dan agama, menjadi sebuah masyarakat yang menikmati kesamaan hak dan tangung-jawab.
Dalam waktu yang sangat singkat setelah hijrah, Rasulullãh membuktikan kemampuannya mempersatukan kelompok-kelompok dan menyusun peraturan yang layak diteladani dalam membuat mereka bekerja sama. Dari seorang yang selalu mendapat tekanan, beliau berubah menjadi pemimpin sukses dengan wilayah administrasi dan hukum yang luas. Pada saat itulah beliau menyusun Piagam Madînah, sebuah konstitusi yang layak dicontoh, bahkan di dunia masa kini yang tidak bisa menghindar dari kehidupan multi-agama dan multi-budaya.
Jenderal pemberani tapi rendah hati
Setelah santai sejenak, waktu Rasulullãh selanjtunya dihabiskan untuk menghadapi perang demi perang dalam rangka membela diri. Dalam waktu empat tahun, beliau harus memimpin perang Badar, Uhud, dan Al-Ahzab, yang tidak hanya mengorbankan nyawa para Muslim, tapi juga menguras waktu dan tenaga beliau sendiri. Namun, pembangunan umat harus terus berjalan.

Perlu dicatat bahwa meskipun harus berhadapan dengan musuh-musuh yang ganas, Rasulullãh dan pera pengikut beliau tidak pernah menyatakan atau mengobarkan sebuah perang. Mereka terjun ke dalam peperangan yang dikobarkan lawan dengan membawa nilai-nilai moral yang tinggi, seperti tidak membunuh orang yang tak berdosa dan hanya menggunakan kekuatan yang diperlukan. Wanita, anak-anak, dan orang-orang yang bukan prajurit tidak menjadi sasaran. Ketika musuh berhenti menyerang, mereka segera dilindungi. Mereka bahkan dilarang menyerang dan bertempur semata-mata hanya karena dorongan kemarahan.
Rasulullãh bahkan menggunakan strategi-strategi baru dalam pertempuran, termasuk menggali parit sebagai sarana pertahanan. Ketika penggalian parit itu dilakukan, beliau juga ikut giat bekerja. Untuk urusan teknis, beliau bahkan tak segan-segan bertanya kepada para Sahabat, dan mengikuti pendapat terbanyak, meskipun hal itu kadang-kadang bertentangan dengan pendapat pribadi sendiri.
Negarawan dan guru
Pada tahap berikutnya, Rasulullãh menunjukkan bawha kemampuan berunding dan penggunaan tinjauan ke depan demi perdamaian, meskipun tampak tidak menyenangkan, adalah lebih  baik daripada sikap permusuhan.
Perjanjian Hudaibiyah adalah contoh yang bagus bagi mereka yang melakukan perundingan dengan musuh. Pengorbanan yang harus diberikan kepada kaum Quraisy pada waktu itu sangat besar, dan bahkan mengurangi kekuatan pihak Muslim sendiri.
Namun perjanjian itu membantu pembangunan sebuah contoh masyarakat yang adil dengan cara yang masuk akal. Sebuah masyarakat yang menegakkan kesetaraan dan keadilan bagi semua, yang tegak di atas asas saling pengertian, kesamaan kedudukan di depan hukum, dan perlindungan atas anggota masyarakat yang lemah seperti wanita, anak-anak, anak-anak yatim-piatu, orang miskin, dan para budak.
Sebagaimana tergambar dalam banyak peristiwa dari tahap ini, Rasulullãh membuktikan diri sebagai negarawan teladan. Beliau menyelesaikan perselisihan secara jitu; memelihara pernjanjian yang dilakukan; menghadapi segala risiko dengan berani dan tanpa kompromi, demi terwujudnya perdamaian. Para duta yang beliau utus pun dibekali pesan untuk melakukan kerja sama, membuktikan kejituan cara beliau dalam berdiplomasi.
Penguasa penyayang dan pemimpin spiritual

Tahap terakhir kehidupan Rasulullãh dimuali dengan penaklukan Makkah. Dalam tahap ini tersirat bagaimana beliau membuat perencanaan cermat dan penggunaan pasukan yang besar untuk meraih kemenangan tanpa mengorbankan nyawa dari kedua belah pihak. Beliau bersikap rendah hati menyambut kemenangan, mengasihi, bahkan mengampuni musuh-musuh yang paling jahat, dengan cara yang tidak ada tandingannya dalam sejarah.
Khutbah perpisahan (Khuthbatul-Wada’) beliau adalah pidato yang mampu menggalang perubahan sosial, ekonomi, dan moral yang telah dibangun.
Khutbah tersebut adalah persiapan untuk babak akhir sejarah beliau. Anatomi risalah beliau, pertumbuhan dan perkembangannya, dan evolusi-evolusinya dalam banyak hal adalah sejajar dengan tahap-tahap kehidupan manusia itu sendiri. Tahap-tahap itu mencerminan tidak hanya rumitnya pertumbuhan risalah, tapi juga pertambahan kematangan dari para penerimanya.
Asas risalah Rasulullãh
Asas atau inti dari risalah (misi) Rasulullãh adalah ‘menerjemahkan’ (= mewujudkan) dan menyebarkan ideologi Al-Qurãn. Dalam hal ini Allãh menegaskan:
“Sungguh dalam (diri dan sejarah perjuangan) Rasulullãh terkemas sebuah keteladanan yang amat baik bagi siapa pun yang menyalakan harapan, dan mempunyai kesadaran mendalam, untuk menegakkan ajaran Allah sehingga mencapai tujuan (hasil) akhir.” (QS33: 21).
Salah satu istri beliau, A’isyah menegaskan bahwa ahklak (kepribadian) Rasulullãh adalah Al-Qurãn.
Amanah yang beliau tinggalkan kepada kita adalah Al-Qurãn dan Sunnah.
Memang benar bahwa dari waktu ke waktu berbagai sekte (madz’hab) bermunculan di kalangan Muslim. Satu-satunya sarana untuk melunturkan perbedaan-perbedaan di antara mereka adalah Al-Qurãn dan Sunnah. Dengan catatan semua harus memahami bahwa isi pokok dari Sunnah Rasul itu berjalin berkelindan, tersusun dan tak dapat dipisahkan dari perjalanan sejarah beliau. ∆
*** Diringkas dari artikel dalam www.IslamiCity.com
***Javeed Akhter adalah Direktur Eksekutif dari International Strategy and Policy Institute di Chicago. Dia juga penulis dari buku berjudul “The seven phases of Prophet Muhammad’s Life”  (Tujuh Tahap Kehidupan Nabi Muhammad).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar