Sabtu, 20 Agustus 2011

PERJANJIAN HUDAIBIYAH


Pada tahun ke-6 Hijriyah, Rasulullah Saw bersama 1.500 kaum Muslim berangkat dari Madinah ke Mekkah dengan maksud hendak berumrah. Namun, kafir Quraisy mencegat rombongan itu di tempat bernama Hudaibiyyah. Di tempat itulah terumuskan perjanjian tertulis antara kafir Quraisy dengan kaum Muslim yang disebut dengan Perjanjian Hudaibiyyah (shulhul Hudaibiyyah).[1]
Di dalam dokumen perjanjian tersebut kaum kafir melaksanakan kehendaknya secara sepihak dan lebih menginginkan keuntungan yang lebih besar. Dengan sikapnya yang arif dan berpandangan jauh ke depan, walaupun isi perjanjian tersebut merugikan kaum muslimin, Rasulullah Saw menerima isi perjanjian tersebut.
Dari perjanjian tersebut terkesan Rasulullah Saw kalah dalam berdiplomasi dan terpaksa menyetujui beberapa hal yang berpihak kepada kafir Quraisy. Kesan tersebut ternyata terbukti sebaliknya setelah perjanjian tersebut disepakati. Disinilah terlihat kelihaian Rasulullah Saw dan pandangan beliau yang jauh ke depan.
Kemenangan diplomasi itu antara lain sebagai berikut:
  1. Inilah untuk pertama kalinya kaum Quraisy mengakui Muhammad Saw seorang pemimpin bukan seorang yang selama ini mereka sebutkan orang yang kerasukan roh, orang yang sesat, pemberontak, pemecah belah persaudaraan, tukang sihir, pendongeng dan sebutan-sebutan buruk lainnya. Mereka mengakui kedudukan Muhammad Saw sebagai pemimpin kaum muslim dan warga Madinah yang memiliki kekuatan yang seimbang dengan kaum Quraisy.
  2. Kaum Quraisy juga mengakui hak kaum muslim dan warga Madinah untuk memasuki kota Mekkah dan berziarah ke Ka’bah untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah. Dengan demikian, secara tidak langsung mereka juga mengakui Islam sebagai agama di antara agama-agama lain di Jazirah Arab yang mempunyai hak yang sama atas ‘Rumah Tuhan’ di Mekkah.
  3. Perjanjian itu member efek untuk meningkatkan posisi tawar Madinah sebagai kekuatan baru di Jazirah Arab. Kaum Quraisy adalah kaum yang sangat dihormati dan disegani di tanah Arab. Kamauan kaum Quraisy mengadakan perjanjian dengan Muhammad Saw menandakan bahwa Madinah mempunyai kekuatan besar dan tidak dapat dipandang remeh karena mendapat pengakuan dari kaum Quraisy.
  4. Dengan tercapainya perjanjian gencatan senjata ini, Muhammad Saw dan pengikutnya merasa lebih tenang dan dapat memfokuskan diri pada pengembangan pendidikan Islam dan pembangunan tatanan sosial Negara Madinah. Hal ini berarti pula bahwa jalan untuk mengembangkan Islam ke wilayah-wilayah lain dapat dilakukan tanpa terganggu oleh ancaman pasukan Mekkah.
  5. Pengembalian anggota masyarakat Quraisy yang menyeberang ke kubu Muhammad Saw menimbulkan sakit hati sendiri bagi mereka terhadap kaum musyrik itu. Pada akhirnya mereka membuat kelompok di suatu tempat dan melancarkan gangguan terhadap kafilah-kafilah dagang Quraisy. Akibatnya, perekonomian Mekkah terganggu. Sementara Muhammad Saw sangat yakin bahwa di antara pengikutnya tidak aka nada yang akan menyeberang ke pihak Quraisy kecuali mereka yang sangat lemah imannya.
Ibnu Hisyam meriwayatkan dari az Suhri, bahwa belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Islam penaklukan (futuh) yang lebih besar dari Perdamaian Hudaibiyah. Sebelumnya, selalu dicapai melalui peperangan, tetapi perjanjian Hudaibiyah ini telah berhasil menghindarkan peperangan dan memberikan keamanan kepada manusia sehingga mereka bias melakukan dialog dan perundingan. Selama masa perdamaian ini, tak seorang pun yang berakal sehat yang diajak bicara tentang Islam kecuali segera masuk Islam. Selama dua tahun tersebut, orang-orang yang masuk Islam sebanyak jumlah orang-orang Islam sebelum peristiwa tersebut atau mungkin lebih banyak.
Di antara hikmah lainnya bahwa Allah, dengan permaian tersebut, ingin menampakkan perbedaan yang sangat jelas antara wahyu kenabian dan rekayasa pemikiran manusia, antara bimbingan (taufiq) Nabi Saw yang diutus dan tindakan seorang pemikir jenius, antara ilham ilahi yang datang dari luar alam sebab akibat dan memperturutkan isyarat sebab akibat. Allah ingin memenangkan nubuwwah Nabi-Nya, Muhammad Saw di hadapan penglihatan setiap orang yang cerdas dan berpikiran mendalam. Allah berfirman:
“Dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat.”[2]
Dengan demikian, Perjanjian Hudaibiyah ini merupakan suatu kemenangan diplomasi Muhammad Saw. Belakangan, kaum Quraisy meminta agar beberapa isi perjanjian direvisi seperti permintaan Muhammad Saw untuk mau menampung orang-orang Mekkah yang menyeberang ke pihaknya. Perjanjian Hudaibiyah telah meletakkan dasar yang kokoh dalam kebijakan pendidikan Islam dan penyebaran Islam.
Rasulullah Saw adalah insan yang selalu mengutamakan kebaikan yang kekal dibandingkan kebaikan yang hanya bersifat sementara. Walaupun perjanjian itu amat berat sebelah, Rasulullah Saw menerimanya karena memberikan manfaat di masa depan saat umat Islam berhasil membuka kota Mekkah (fath al Makkah)[3] pada tahun ke-8 Hijriyah (dua tahun setelah perjanjian Hudaibiyah).

[1] Isi Perjanjian Hudaibiyah yaitu: 1) kedua belah pihak mengadakan gencatan senjata selama 10 tahun; 2) jika ada orang dari kaum musyrikin Quraisy yang tidak seizin walinya menyebrang ke pihak Rasulullah Saw, ia harus dikembalikan kepada mereka; 3) jika ada seorang dari pengikut Rasulullah Saw menyeberang ke pihak kaum musyrikin Quraisy, ia tidak akan dikembalikan kepada beliau; 4) orang-orang Arab atau kabilah yang berada di luar perjanjian itu dibolehkan menjalin persekutuan dengan salah satu pihak dalam perjanjian, menurut keinginannya; 5) untuk tahun itu, Rasulullah Saw dan rombongannya harus pulang ke Madinah, dengan ketentuan akan dibolehkan memasuki kota Mekkah pada tahun berikutnya.
[2] QS. Al Fath (48): 3
[3] Pasukan muslim berkekuatan 10.000 orang bergerak meninggalkan Madinah menuju Mekkah untuk membebaskan kota tersebut dari cengkraman kaum musyrik Quraisy. Pasukan muslim tersebut terdiri dari kabilah-kabilah Sulaim, Muzainah, Ghatafah, dan lain-lain, di samping kaum Muhajirin dan Anshar. Hinnga tiba di sebuah tempat bernama Muruyuz Dzharan, jumlah mereka bertambah banyak mencapai hampir  11.000 orang. Setelah Mekkah  ditaklukan, Rasulullah Saw tinggal di Mekkah selama 15 hari untuk mengatur urusan pemerintahan. Beliau mengangkat Hubairah bin asy Syibliy sebagai kepala daerah Mekkah dan sekitarnya. Mu’adz bin Jabal ditugasi mengajarkan al Qur’an dan syari’at Islam kepada penduduk. Dan Abbas bin Abdul Muthallib ditugasi mengurus sumur Zam-zam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar