Kamis, 25 Agustus 2011

Saya Percaya Allah. Selanjutnya, Terserah Saya!

Pernyataan Steven Hawking terbaru: Tidak ada Tuhan personal. Tuhan adalah dalil-dalil ilmiah! (lihat: http://id.news.yahoo.com/viva/20100903/twl-bagi-hawking-dalil-ilmiah-adalah-tuh-cfafc46.html)
Ya. Anda bisa mengatakan, “Saya percaya Allah. Selanjutnya, terserah saya!” karena “percaya adanya Allah”, atau “percaya kepada Allah” itu adalah perkataan yang lepas dari urusan teknis (cara).
Dengan kata lain, saya percaya Allah, titik. Tentang bagaimana cara saya membuktikannya, terserah saya!
Dengan demikian, tak ada orang yang berhak menuntut anda. Bahkan anda sendiri pun tidak harus menuntut diri anda untuk  membuktikannya dengan cara tertentu.
Cukup dengan mengikuti apa kata hati.
Ya, karena kepercayaan adalah urusan hati.
Tapi, ketika kita hidup, dengan menapakkan kaki di bumi, bisakah hanya bermodal kata hati?
Bukankah kita punya warisan pepatah yang berbunyi: Hasrat  ingin memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai! Bukankah pepatah ini adalah ungkapan bahwa ‘kata hati’ (hasrat) saja tidaklah cukup untuk melakukan pekerjaan besar?
Bahkan, untuk melakukan pekerjaan kecil pun, kata hati tidaklah cukup. Kita butuh tangan untuk menjangkau makanan dan minuman. Butuh pisau untuk mengupas mangga dan memotong roti. Butuh sendok untuk menyiduk gula dan garam. Butuh alat (sarana) untuk melakukan apa pun.
Bila alat atau sarana kita abaikan, kata hati hanya ‘berbunyi’ di alam mimpi!
Bila dipaksakan juga untuk berbunyi di alam nyata, jadilah ia sebuah dongeng atau fiksi. Sebuah kebohongan, yang menipu orang lain dan atau diri kita sendiri.
Kata hati bisa indah menjadi novel atau puisi. Tapi untuk menulis novel dan atau puisi, kita membutuhkan sedikitnya sebatang pensil dan setumpuk kertas. Dan, di atas segalanya, terlebih dahulu kita harus menguasai “ilmu” yang menyetir kita menulis novel atau puisi.
Hanya orang gila yang bisa mengandalkan kata hati; sebab ia bisa menyantap sampah dengan menganggapnya hidangan mewah!
Buat orang gila memang apa pun pantas. Layak. Normal. Natural.
Berkhayal, pantas.
Mengoceh sendiri, pantas.
Tertawa dengan tiang listrik, pantas.
Mengobral kemaluan, pantas.
Tak tahu aturan, pantas.
Maklum.
Dunia orang gila adalah dunia sungsang. Dunia jungkir balik!
Upside down.
Downside up.
That’s the realm of a mad man.
Kepala jadi kaki. (Otak turun ke dengkul).
Kaki jadi kepala. (Dasar otak udang; tak sadar kepala berlumur tinja!).
Tapi itulah alam orang gila.
Atau, bila tidak jadi orang gila, jadi Tuhan lah, sehingga anda bisa melakukan apa saja!
Tapi, bila anda benar-benar ingin jadi Tuhan, atau merasa jadi Tuhan, anda layak menjadi raja segala orang gila, karena anda bukan orang gila biasa. Bahkan, seperti Fir’aun dan Hitler, anda menjadi sangat berbahaya bagi kehidupan manusia.
Oh, tidak. Saya mau jadi Ferdinand Marcos saja.
Atau, jadi Suharto saja.
Atau, Ariel Peterpan saja!
Terserah.
Tapi, kalau begitu, seperti kata seorang anak penggembala kambing kepada Umar Al-Faruq, “Wahai Tuan, bila saya jual seekor kambing yang diamanahkan kepada saya, maka di manakah Allah?”
Fa ayanallahu?
Di mana Allah?
Apakah bocah angon itu bertanya tentang oknum (dzãt) Allah?
Bukan.
Sebenarnya ia bertanya, “Wahai Tuan, apakah Allah tidak mengajarkan apa-apa? Apakah Allah tidak melarang mencuri? Apakah Allah tidak mengharamkan korupsi?”
Bocah angon itu, bertanya “di mana Allah” karena di kepalanya ada “ajaran Allah”.
Ajaran Allah = wakil Allah
Siapakah yang berhak mengklaim dan atau diklaim sebagai wakil Allah di bumi ini?
Tidak ada!
Bila ada yang mengatakan bahwa Sang Khalîfah yang tercantum dalam surat Al-Baqarah sebagai Wakil Allah, suruh dia kumpulkan buku-buku ilmu tauhid, dan bakar sampai musnah!
Sobat!
Di masa Rasulullah masih hidup, Allah memang menegaskan dalam Al-Qurãn bahwa kepatuhan terhadapNya harus diwujudkan dengan mengikuti rasulNya. “Siapa yang mematuhi Rasul, berarti mematuhi Allah.”[1]
Hal itu berlaku, karena Al-Qurãn mewujud nyata dalam diri Rasulullah.
Tapi sekarang, setelah Rasulullah tiada, Al-Qurãn hanya tingal tulisannya. (Laysal-qurãnu illa rasmuhu).
Tapi, nyatanya, tulisan itulah kini yang menjadi satu-satunya wakil Sang Pencipta.
Dialah, tulisan (mushhaf) Al-Qurãn, yang disebut Ali As-Saifullah sebagai salah satu dari dua warisan Rasulullah.
Dialah, Al-Qurãn,  warisan yang berbicara dengan kata-kata Allah (ketika anda membaca dan mengerti bahasanya!).
Selainnya, warisan kedua, adalah maut! Yang tidak ngomong permisi atau maaf ketika datang menjemput.
Hamba Allah ikut ajaran Allah
Bila anda hanya percaya (adanya Allah) tapi hidup dengan “ikut kata hati” (walau sebenarnya tidak bisa!), maka jadilah anda seorang humanis, yang percaya bahwa Tuhan memang ada tapi tidak pernah menurunkan wahyu.
Tapi ketika anda mengaku beragama, maka konsekkuensi logisnya anda harus berpikir, merasa, berbicara, dan berperilaku – harus hidup! – dengan mengikuti ajaran Tuhan anda. Dan ketika anda menyatakan diri sebagai Muslim, otomatis anda harus menghayati (menghidupi; menghidupkan; merealisasikan) “ajaran Islam” alias “ajaran Allah”.
Bila tidak demikian, yakni tidak berpikir, merasa, berbicara, dan berperilaku dengan ajaran Allah, tapi anda ngotot mengaku sebagai hamba Allah, maka kenyataan sebenarnya adalah anda (dan mungkin juga saya!) hanyalah menjadi hamba dari kata hati sendiri.
Afa ra’ayta man-ittakhdza ilahu hawãhu?…
Tidakkah kamu perhatikan orang yang menjadikan ‘dirinya sendiri’ (kata hatinya) sebagai Tuhannya? Maka – karena sikapnya itu – Allah menyimpangkannya dari (nilai)  ilmu apa pun. Yakni Dia (Allah) – karena sikapnya itu – menutup daya tanggap dan daya pikirnya, serta memunculkan penghalang bagi daya wawasnya. Bila sudah demikian, siapa yang bakal memberinya petunjuk setelah (menolak petunjuk) Allah? Tidakkah hal itu kalian pikirkan dalam-dalam?[2]

1 komentar:

  1. Ini perspektif macem apa, dari tulisan stephen hawking trus dijadiin generalisasi buat semua orang kecuali msr gitu? ente make dalil, ayat dari produksi ajaibnya si isa bugis, apa bedanya ente sama pribadi yang ente tulis disini, kayak gini ya "ya saya percaya ilmu isa bugis, selanjutnya terserah saya"

    BalasHapus