Rabu, 24 Agustus 2011

Tujuan Penciptaan



Pernahkah anda memikirkan tentang sebab keberadaan kita? Pernahkah anda memikirkan mengapa kita mati, dan ke manakah kita pergi setelah mati? Apa, akhirnya, yang akan terjadi pada kita? Pernahkah anda bertanya pada diri sendiri mengapa Tuhan membuat bumi dan segala sesuatu yang berhubungan dengan manusia? Mengapa ada malam dan siang? Mengapa matahari dan bulan diciptakan? Apa yang selayaknya kita lakukan selama hidup kita? Apakah kita diciptakan hanya untuk makan, minum, dan bersenang-senang, sebelum kita mati? Seperti kata sebuah puisi:

Aku tak tahu mengapa aku hadir.
Aku melihat kakiku melangkah di jalan.
Mengkuti langkah kaki, aku berjalan dan diam.
Apa yang sedang kulakukan di sini?
Bagaimana jalan ini menemukan aku?
Aku tak tahu! Aku tak tahu! Aku tak tahu!


Allah menegaskan dalam banyak ayat Al-Qurãn bahwa Ia tidak menciptakan kita tanpa tujuan. FirmanNya dalam surat Al-Mu’minûn ayat 115:

Apakah kalian mengira bahwa Kami (Allah) menciptakan kalian secara main-main, dan kalian tidak akan dikembalikan kepada Kami? (serta tidak disuruh merujuk ajaran Kami?).



Dan Allah juga menegaskan dalam surat Al-Qiyãmah ayat 36:

Apakah manusia beranggapan bahwa ia akan ditinggalkan (dibiarkan) begitu saja?



Bahkan dalam surat Al-‘Ankabût ayat 2 Allah menyindir begitu tajam:


Apakah manusia berpikir akan dibebaskan dengan mengatakan, “Kami beriman!” tanpa diberi ujian?



Sebenarnya, manusia memang diciptakan dengan suatu tujuan dan alasan, yaitu untuk hanya mengabdi kepadaNya, seperti firmanNya dalam surat Al-Dzariyat ayat 56-58:

“… Tidak Kuciptakan jin dan manusia selain agar mereka mengabdiKu. Aku tidak membutuhkan rejeki dari mereka, dan aku tidak meminta mereka memberiKu makan.” Sesungguhnya Allah, Dialah pemberi rejeki dan pemilik kekuatan yang mahatangguh.



Kenyataannya, semua Nabi berpesan kepada bangsa mereka agar hanya mengabdi Allah, dan melarang mereka memuja makhlukNya.

Hal itu juga ditegaskan Allah dalam surat An-Nahl ayat 36:

… Sungguh Kami mengutus pada setiap umat seorang rasul (yang mengajarkan), “Mengabdilah kepada Allah, dan jauhilah Thãghût. …”



Nabi Ibrahim (yang dianggap sebagai bapak monoteisme), misalnya, meyakini Allah yang tidak ber-partner (tak punya sekutu!). Siapa pun yang mempunyai pemahaman yang berbeda, berarti menentang agama Ibrahim dan mengikuti kepalsuan. Firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 130:

Siapa pun yang membenci agama Ibrahim, berarti membodohi dirinya sendiri…


Nabi Ya’qub juga menegaskan dalam surat Yusuf ayat 40:

(Siapa pun) yang kalian abdi selainNya, (sebenarnya) hanyalah nama-nama karangan kalian dan nenek-moyang kalian. Allah tidak memberikan wewenang (kepada kalian) untuk hal itu. Tidak ada hukum selain hukum Allah. Dia menyuruh agar kalian hanya mengabdi kepadaNya. Itulah agama (penata hidup) yang tangguh. Tapi kebanyakan manusia tak mau tahu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar