Jumat, 19 Agustus 2011

SUPRA STRUKTUR, TARGET AWAL PEMBANGUNAN



PEMERINTAHAN RASULULLAH 4
21
Dalam pengertian harfiah, supra struktur berarti ‘bangunan atas’. Kebalikannya adalah infra struktur, yang berarti ‘bangunan bawah’. Dalam pengertian istilahi, infra struktur adalah sarana hidup manusia, dan supra struktur adalah pengguna atau pemakai sarana itu sendiri, yakni manusia.
Dalam naskah ini, istilah supra struktur digunakan untuk menyebut organisasi atau tepatnya jama’ah; dan istilah jama’ah di sini akan diuraikan dalam pengertian sekumpulan manusia yang menyatu dan tertata dalam sebuah struktur (= bangunan), tegasnya dalam struktur (= sistem) sosial dan atau politik.
Supra struktur dan infra struktur terikat dalam pola hubungan sebab-akibat. Jama’ah sebagai supra struktur adalah bangunan primer (pokok; utama), yang melahirkan infra struktur sebagai bangunan sekunder (pelengkap).
Al-Qurãn adalah sebuah konsep dasar penataan hidup. Secara teknis konsep itu dimunculkan dalam sebuah ‘bangunan’ (bun-yãn), atau ‘rumah’ (bait) bernama dïnul-islãm. Bangunan atau rumah tersebut bukan bangunan atau rumah dalam pengertian harfiah. Kedua kata tersebut bersifat kiasan. Keduanya mengacu pada pengertian wadah atau tempat, yang di dalamnya ada sejumlah orang yang hidup dalam tatanan rumahtangga.
Dalam bahasa yang populer sekarang, bangunan atau rumah tersebut adalah organisasi.
Dalam rangkaian ayat-ayat berikut ini, Allah bahkan begitu kerasnya menegur para mu’min yang tidak mau menyatukan diri dalam organisasi.
سبّح لِله ما فى السماوات وما فى الأرض وهو العزيز الحكيم – ياأيها الذين ءامنوا لِم تقولون ما لا تفعلون – كبُر مقْتا عند الله أن تقولوا ما لاتفعلون – إنّ الله يُحبّ الذين يقاتِلون فى سبيل الله صفّا كأنّهم بُنيان مرصوص
Segala yang ada di jagad raya, begitu juga yang ada di bumi, semua (patuh) beredar menurut (hukum/sunnah) Allah. Itulah pembuktian bahwa dia (Allah) adalah pencipta hukum yang maha tangguh. Hai kalian yang menyatakan diri beriman! Mengapakah kalian menggembar-gemborkan sesuatu yang tidak kalian laksanakan? Sungguh besar murka Allah atas kalian yang cenderung banyak bicara tanpa melakukan (apa yang dikatakan). Sebaliknya, Allah amat menyukai orang-orang yang berperang (berjuang) menegakkan ajarannya dalam satu barisan (formasi) yang bagaikan sebuah bangunan yang kokoh. (Ash-Shaff ayat 1-4).
Rangkaian ayat di atas jelas mengisyaratkan bahwa perjuangan untuk menegakkan ajaran Allah tidak cukup hanya dilakukan dengan ‘bicara’ (berda’wah secara lisan maupun tulisan) saja, tapi harus membentuk sebuah shaff, yang secara harfiah berarti barisan. Tapi dalam ayat di atas (ayat 4), istilah shaff itu digunakan dalam konteks perang; dan ini tentu menyiratkan sebuah pesan bahwa da’wah pada dasarnya tidak berbeda dengan perang. Di dalamnya harus ada strategi dan taktik tertentu, termasuk taktik dalam mengatur formasi barisan prajurit, demi memenang-kan sebuah pertempuran. Hal itu tidak akan terjadi bila sebelumnya tidak dibentuk sebuah organisasi. Bila supra struktur, yakni organisasi sudah terbentuk, maka barulah bangunan berikutnya —infra struktur (sarana fisik, peralatan)— disediakan pula, sesuai kebutuhan yang mendesak (pragmatis). Dalam kaitan dengan shalat ritual, misalnya, pengadaan bangunan fisik seperti masjid atau mushalla, bukanlah sesuatu yang mendesak. Yang harus diutamakan dalam hal ini adalah pembinaan manusia-manusianya, agar bisa siap shalat sesuai Sunnah Rasul, yakni shalat untuk membentuk dan memperkuat jama’ah.
Sebagai bangunan pokok, pembentukan jama’ah adalah target awal dari ‘proyek’ penegakan Dinul Islam (sistem kehidupan berdasar Islam), sebagai kelanjutan logis kegiatan da’wah yang bersifat memperkenalkan ajaran Allah kepada manusia, dan selanjutnya mengajak manusia-manusia yang mau hidup (beriman) dengan ajaran Allah untuk bergabung dalam jama’ah, bahkan ikut membiayai.
Hal itu antara lain terkesan dari ayat-ayat berikut ini:
Al-Baqarah ayat 254-257:
Hai orang-orang yang beriman, segeralah fungsikan segala rejeki yang Kami berikan kepada kalian, sebelum datang giliran masa yang menutup peluang jual-beli (sogok-menyogok), nepotisme, dan bantu-membantu (deking-dekingan). Tegasnya, orang-orang kafir (pada waktu itu) benar-benar merasakan kegelapan (tak bisa mempermainkan hukum). (Sadarlah bahwa) Allah adalah satu-satunya ilah (tuhan) yang hidup dan terus bekerja (menjalankan hukumnya), tak pernah lengah, tak pernah tertidur. Segala yang ada di jagat raya dan bumi tunduk patuh pada hukumNya. Siapakah yang mampu menolong atas namaNya bila tidak diizinkan olehNya? Dialah yang mengajarkan ilmu yang mereka miliki, begitu juga ilmu yang dimiliki orang-orang sebelum mereka. Mereka tak akan mampu menguasai secuil pun ilmu bila Ia (Allah) tidak mengajarkannya. Wilayah kekuasaanNya mencakup jagat raya dan bumi; dan ia tidak mengalami kesulitan untuk memelihara keduanya, karena Dialah yang maha tinggi dan maha besar (kekuasaanNya). (Tapi ia) tidak menerapkan pemaksaan untuk menegakkan sistem kehidupan yang diajarkanNya (yakni Dinul-Islam). Benar dan salah sudah demikian tegas (perbedaannya). Maka, siapa yang mengkafiri (ajaran) Thaghut demi mengimani (ajaran) Allah, berarti ia telah berpegang pada pegangan hidup yang mahakuat, yang tak akan pernah terlepas. Tegasnya, Allah (melalui ajaranNya) membentuk suatu tanggapan (= kesadaran) ilmiah yang maha unggul. Allah (melalui ajaranNya) menjadi pemimpin orang-orang beriman, mengeluarkan mereka dari kegelapan (pandanagn non-ilmiah) menuju terang (pandangan ilmiah). Sebalinya, orang-orang kafir, para pemimpin mereka adalah Thaghut, yang mengeluarkan mereka dari terang menuju gelap. Merekalah para ahli neraka (dunia akhirat). Di sana mereka menjadi para penghuni tetap.
Ar-Rum ayat 30:
Berpegang teguhlah kalian pada ajaran Allah, sehingga menjadi satu jama’ah; jangan malah (sebaliknya) kaliah hidup dalam keadaan terpecah-belah. Tanamkanlah anugerah (ajaran) Allah ke dalam kesadaran kalian. Dahulu kalian (bangsa Arab) hidup saling bermusuhan. Lalu dia (Allah dengan ajaranNya) menjinakkan hati kalian, sehingga dengan anugerahNya itu jadilah kalian manusia-manusia yang bersaudara. Dengan kata lain, pada waktu itu kalian ada di tepi jurang neraka, maka Allah menyelamatkan kalian dari situ. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatnya, agar kalian menjadikannya sebagai pedoman hidup.
Begitu pentingnya pembinaan jama’ah itu, sampai-sampai Nabi mengatakan dalam sebuah Hadis yang juga bersumber dari Umar bin Khatthab:
إنّ رسول الله ص م قام فينا كقيامى فيكم فقال: أكرموا أصحابى ثمّ الذين يلونهم, ثمّ الذين يلونهم, ثمّ يظهر الكذِب حتّى أنّ الرجل لَيحلِف ولا يُستحلَف ويشهد ولا يُستشهَد. ألا فمن سَرّه أنْ يَسكُن بُحَيحةَ الجنةَ فلْيلْزَم الجماعةَ. فإنّ الشيطان مع الفَرد وهو مِن الإثنين أبعدُ
Rasulullah saw pernah berdiri di antara kami sebagaimana aku berdiri di antara kalian sekarang. Pada waktu itu beliau mengatakan, “Hormatilah para sahabatku, seterusnya (setelah masa mereka berlalu) hormatilah para pelanjut mereka, dan seterusnya para pelanjut dari pelanjut mereka. Selanjutnya (pada suatu masa) akan muncul kebohongan, sehingga seorang lelaki akan bersumpah tanpa diminta, dan menjadi saksi walau tidak diminta. Camkanlah! Siapa yang ingin tinggal di taman sorga, maka tetaplah dalam jama’ah. Sebenarnya syetan itu mengiringi orang yang sendirian, sedangkan orang yang berdua lebih jauh (dari syetan)…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar