Jumat, 19 Agustus 2011

MUSLIM, ANTARA DULU DAN SEKARANG



gibraltar2
Oleh Mufti Muhammad Taqi Usmani Sahib
Thariq bin Ziyad
Dulu kita bisa tampil memaksa kekuatan dunia untuk mundur. Tapi kini tidak lagi. Masa-masa berharga itu telah berlalu sangat jauh dari kita karena ketidakpedulian dan kecintaan kita kepada harta dan dunia. Waktu itu, terang-terangan atau diam-diam, seluruh dunia terpaksa mengikuti kita. Kita telah menantang peradaban Yunani, kita mengumandangkan adzan di Hidustan, kita tawarkan shalat ke segala dan setiap penjuru dunia, kita telah menghapuskan kebudayaan Mesir yang telah berusia berabad-abad, kita mengalahkan musuh di setiap medan perang, kita telah mengubah lingkungan Roma dan Iran dengan seruan Allau Akbar dan pembacaan ayat-ayat suci, pedang kita telah menaklukkan dunia Arab dan non-Arab, kuda telah menerobos lautan kebrutalan untuk melenyapkan ketidakadilan dari muka bumi, kita telah mengajarkan taktik-taktik dan gaya hidup baru yang terhormat kepada bangsa-bangsa di dunia, kita telah menampilkan teladan keberanian, dan kita telah memperkenalkan peraturan baru dalam berperang.
Tapi sekarang kita ada di pihak yang bertahan. Kita memang merayakan Hari Pertahanan, tapi kita tidak berinisiatif dan karena itu kita tidak pernah menemukan satu hari dalam setahun, yang bisa kita sebut sebagai Hari Kemajuan. Dulu kita pernah tampil sebagai penyelamat kemanusiaan, tapi sekarang kita sedang menunggu pihak-pihak lain untuk menyelamatkan kita. Kita adalah pihak yang ditugaskan untuk menunjukkan jalan yang benar kepada manusia dari timur ke barat, tapi sekarang kita terlunta-lunta menunggu pertolongan pihak asing. Dulu kita adalah pihak yang bahkan hewan ternak kita pun bisa memimpin, tapi sekarang kita justru tak punya pemimpin. Kita yang dulu menginjak-injak “kertas putih” – white paper – (lihat penjelasannya pada Wikipedia), sekarang berdiri di depan Gedung Putih sambil memegang mangkuk penampung derma. Kita yang dulu berbelas kasih kepada kaum tertindas, sekarang sedang menanti pertolongan orang yang baik hati. Kita yang dulu hanya menggantungkan harapan kepada Allah, sekarang berusaha mencari pertolongan kepada ratusan orang. Kita yang dulu lebih tanggung dari gelombang dan bencana, sekarang bahkan tak sanggup menahan hembusan angin semilir dan hanya bisa menutup mata ketika bahaya datang. Kita telah menjadi begitu pengecut, sehingga  harus kita melakukan perubahan politik yang tidak kita kehendaki, sebagai isyarat bahwa kita telah mari secara tidak alami. Kita adalah penghapus sistem perbudakan di dunia, tapi sekarang kita menjadi budak-budak super power.
Dunia tahu bahwa para Muslim dulu bisa bertempur dalam keadaan lapar dan haus, dan mengalahkan musuh yang seratus kali lebih besar dan kuat di setiap medan perang dengan hanya berjalan kaki, tapi sekarang – dalam keadaan memiliki segala sumber daya – kita justru tidak mempunyai semangat.
Bila kita mengenang sejarah Islam, kita ingat bahwa dalam Perang Badar kaum Muslim hanya memiliki 313 tentara, 2 ekor kuda, 70 ekor unta, 8 pedang, dan 6 baju perang. Sedangkan pihak musuh mempunyai pasukan lebih besar (dan senjata lebih lengkap). Namun kaum muslim tetap menang. Dalam Perang Uhud, pasukan Muslim hanya terdiri dari 700 prajurit, sedangkan musuh mereka terdiri dari 3000 tentara bersenjata lengkap. Tapi kaum Muslim membuat mereka lari dari medang perang. Dalam Perang Khandaq, hanya ada 3000 Muslim, melawan 24000 tentara musuh. Tapi para Muslim memiliki keberanian, sehingga bisa memang dalam perang. Dalam Perang Khaibar, jumlah tentara Muslim tak lebih dari 1600 orang, yang harus bertempur menghadapi musuh sebanyak 20000 orang Yahudi, namun tetap para Muslim tampil sebagai pemenang. Dalam Perang Qudisiyah, pasukan Muslim hanya lebih sedikit dari 30000, melawan 100000 tentara Iran, dan mereka menang.
Dalam Perang Yarmuk, 32.000 tentara Muslim mengalahkan 200.000 tentara Romawi. (Beberapa sejarawan menulis bahwa tentara Romawi waktu itu berjumlah 700.000, dengan 500.000 terbunuh dan 40.000 tertawan). Dalam Perang Spanyol, 12.000 tentara Muslim yang dipimpin Thariq bin Ziyad, harus melawan 100.000 tentara musuh yang dipersenjatai dengan peralatan perang mutakhir. Orang-orang Kristen tidak bisa mengingkari fakta bahwa para Muslim, yang berada sejauh ribuan mil dari tanah air mereka, bertempur dengan mereka dan mengalahkan mereka di semua medan. Apakah yang menyebabkan setiap Muslim menjadi lebih kuat dari seratus orang musuh? Apa yang menyebabkan para Muslim tidak pernah gentar berperang melawan musuh yang seratus kali lebih besar? Gubernur Mesir, ketika sedang berperang, meminta Umar bin Al-Ash mengirim bantuan tentara sebanyak 30.000 orang. Namun Umar hanya mengirim tiga orang, dan mengatakan bahwa mereka setara dengan tiga ribu orang. Ketiga orang itu adalah Kharza bin Hazafa (?), Zubair bin Awwam, dan Maqdad bin Aswad. Ketiga orang ini terbukti lebih hebat dari 30.000 tentara musuh.
Kaum Muslim tempo dulu benar-benar memiliki sesuatu yang melebihi keberanian, yang mengubah mereka menjadi lebih kuat dari seratus orang non-muslim. Tapi, kiwari, keberanian dan semangat tidak lagi terdapat pada diri para Muslim. Dulu kita telah membuktikan keberanian dan ketabahan di berbagai medan pertempuran. Pihak musuh tahu bahwa sejumlah kecil Muslim tidak mungkin dikalahkan dengan peralatan perang. Non-muslim tahu bahwa pasukan Muslim tak pernah mundur, bahkan mereka bertempur sambil menutup semua jalan untuk pulang. Kaum Muslim bertempur setelah mereka membakar kapal-kapal mereka, karena mereka bertempur hanya untuk menang atau mati syahid. Pihak musuh tahu bahwa kaum Muslim tahu cara untuk maju dan membuat musuh mundur. Mereka hanya berhenti melangkah bila bertemu laut atau sungai. Pada saat itulah mereka melakukan shalat dan kemudian mengatakan, “Wahai Allah! Bila laut ini tidak menghalangi langkah kami, kami akan terus melakukan jihad sampai orang-orang kafir itu terhapus dari bumi.”
Orang Nazaret dan Yahudi begitu malu dengan kekalahan moyang mereka di tangah kaum Muslim. Tapi sampai kapan sejarah dan kisah itu akan terus membuat mereka malu. Dan sampai kapan kita akan bertahan hidup untuk mengingatkan mereka tentang hal itu? Pada akhirnya telanjang di hadapan mereka. Musuh kita akhirnya tahu bahwa kita, sekarang, hampa. Tak punya kekuatan, tak punya kekuasaan. Kaum non-muslim tahu bahwa kakek-moyang kita adalah manusia-manusia yang berorientasi pada amal (practical people), sedangkan kita sekarang hanya gembar-gembor (lip-serving only). Kakek-moyang kita dulu adalah para pemberani, yang sanggup menyerang musuh seperti elang yang ganas, sedangkan kaum Muslim sekarang cenderung mencari perlindungan untuk bersembunyi dari musuh. Mereka, kakek-moyang kita, adalah para pemburu mati syahid, yang pantang menjadi pengecut. Sedangkan para Muslim sekarang lebih mencintai kesenangan dan benda duniawi. Para Muslim sekarang tidak memiliki keberanian yang membuat mereka menjadi lebih kuat dari seratus musuh.
Sabda Rasulullah saw telah terbukti. “Tak lama lagi, semua non-muslim akan bersatu dan menyerang Muslim secara serentak.”
Ketika salah seorang bertanya, “Apakah hal itu terjadi karena kaum Muslim berjumlah sedikit?”, Rasulullah menjawab, “Tidak. Jumlah kalian lebih besar dari musuh (yang menyerang), tapi keadaan kalian seperti busa, yang tidak berisi apa-apa dan tidak mempunyai kekuatan apa-apa. Allah yang mahakuasa, karena kepengecutan kalian, akan melenyapkan ketakutan dari hati musuh, dan akan menyesaki hati kalian dengan kepengecutan.”
Sahabat yang lain bertanya, “Ya Rasulullah, apakah kami akan selemah itu?”
Rasulullah menjawab, “Kalian menjadi lemah karena cinta kepada dunia.”
Keadaan kita sekarang, perbatasan-perbatasan kita, ideologi-ideologi kita, minat-minat kita, keturunan kita dan seluruh wilayah Muslim, telah menjadi sasaran musuh Islam.
Hanya ada satu obat untuk mengatasi keadaan ini. Kita harus mengubah mental yang sekarang dengan mental para Muslim tempo dulu. Semangat dan keberanian kita akan mengubah nasib kita. Akan melindungi kepentingan-kepentingan kita, agama kita, negara kita, dan keturunan kita.
Tak ada obat lain yang dapat membela kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar