Jumat, 09 September 2011

Aktualisasi Diri

Menurut para ahli ilmu jiwa, salah satu hal penting di dalam kehidupan manusia adalah aktualisasi. Aktualisasi secara harfiah berarti mewujudkan, tapi dalam istilah psikologi berarti pemunculan, atau penggunaan potensi-potensi yang terdapat dalam diri setiap orang.


Aktualisasi diri dianggap sebagai ukuran keberhasilan atau kegagalan seseorang di dalam hidupnya. Kemampuan mengaktualisasikan diri akan membuat orang merasa dirinya berguna, bahkan bila ia mampu tampil sebagai orang yang menonjol dalam masyarakat, ia akan merasa senang, puas, dan akhirnya bahagia. Doktrin ini mendorong orang untuk melakukan perlombaan dalam berbagai bidang kehidupan, terutama dalam profesi. Hasilnya, muncullah orang-orang masyhur sedunia, yang mewakili bidang masing-masing, mulai dari bidang usaha (bisnis), keilmuan, kesenian, dan banyak lagi.


Tapi apakah mereka bahagia? Berita tentang orang kaya dan masyhur yang mati bunuh diri dan sakit jiwa karena stress dapat kita baca setiap saat. Marilyn Monroe, sang bintang film pujaan sedunia, Elvis Presley sang penyanyi top sedunia, mati bunuh diri dengan cara menyedihkan. Demikian juga Hitler sang pencetus Perang Dunia Kedua, dan banyak lagi tokoh sejarah masyhur. Sang megabintang Michael Jackson juga entah  berapa kali mengoperasi wajahnya, sehingga dari seorang negro berubah menjadi seperti boneka Barby berkulit bule. Ini mengindikasikan bahwa ia tak memiliki rasa percaya diri. Dengan kata lain, meski sudah sangat kaya dan masyhur, ia masih ragu bahwa ia mampu mengaktualisasikan diri.


Kenyataan demikian itu hanyalah salah satu bukti dari keterangan Allah dalam Surat ali-‘Imran ayat 14, yang menegaskan adanya ulah kaum kafir yang memanipulasi (merekayasa dengan canggih) konsep hidup yang ditawarkan Allah. Mereka memandang konsep Allah tidak indah, lalu menciptakan konsep tandingan. Alhasil, yang indah bagi mereka adalah mengumbar hawa nafsu seks, membanggakan keturunan (dinasti), gemerlapnya emas-perak, kendaraan dan perusahaan.


Dalam ayat itu pula ditegaskan oleh Allah bahwa itu semua hanyalah mataa’u l-hayaati dun-ya – kesenangan hidup yang dangkal, karena hanya memenuhi hasrat-hasrat indrawi. Dengan demikian semua itu tidak akan memuaskan “rasa ruhani”. Lalu bagaimana konsep al-Qur’an tentang aktualisasi diri?


Allah menegaskan dalam Surat Ar-Rum ayat 30 bahwa yang paling tahu tentang diri manusia adalah Allah, karena Dia lah yang menciptakannya. Karena itu jika manusia ingin mengaktualisasikan dirinya, sehingga mencapai kebahagiaan, maka benahilah dulu pandangan hidupnya. Gunakan pandangan hidup (din) Allah untuk itu. Selanjutnya mantapkan diri untuk menjadikan pandangan Allah itu sebagai pandangan hidup yang baru. Itulah tindakan yangtepat, karena sesuai dengan fithrah (konsep penciptaan) manusia.


Dengan memilih dinullah, Islam, tidak berarti bahwa manusia tidak lagi mempunyai keleluasaan dalam memilih profesi yang dapat memuaskan “rasa ruhani”-nya yang khas. Ia masih bisa menjadi pengusaha, direktur, teknisi, atau pemain film, dan banyak lagi;  selagi semua itu dilakukan dengan tujuan dasar dari aktualisasi diri, yaitu menjadi hamba Allah. Sehubungan dengan ini lah, mungkin, ada sebuah Hadits Nabi (?) yang menyatakan bahwa  beraneka ragamnya umatku (dalam profesi) adalah rahmat. (Ikhtilafu ummati rahmah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar