Kamis, 08 September 2011

Jin Sebagai Lawan Malaikat


Malaikat  ditugasi Allah mengungkap rahasia di balik  hijab. Jin menutup pandangan manusia agar tidak melihat rahasia itu.
Dalam surat Asy-Syura ayat 51-52 Allah memberikan  informasi yang artinya kira-kira demikian:
51.  “Wahyu adalah ‘ajaran’ Allah (yang diajarkan)  pada seorang  manusia; yaitu (sesuatu yang diungkapkan)  dari balik  hijab; diutusNya rasul (malaikat) sehingga  wahyu itu dapat disampaikan melalui prosedur yang telah  ditetapkanNya. Sungguh Dia (Allah) adalah penata hukum tiada tanding.
52. “Maka dengan demikian Kami ajarkan wahyu itu kepadamu (Muhammad) (supaya) menjadi ruh (penata hidup)  menurut  konsep Kami. (Bila) kamu tidak mempelajari  (wahyu, yang  Kami  susun menjadi) Kitab itu,  maka  kamu  tidak mungkin membentuk iman (yang haq). Tapi (dengan  diajarkannya  wahyu itu) berarti Kami telah menjadikannya  Nur yang  dengannya Kami bimbing (ke jalan benar) siapa  pun yang  memenuhi  persyaratan Kami di  antara  orang-orang yang  mengaku sebagai hamba-hamba Kami.  Sedangkan  kamu  (sebagai  rasul yang mengajarkan wahyu ini)  semata-mata hanya  membantu (orang lain) untuk mengarahkan  (mereka) ke jalan hidup yang benar.
Ayat  di atas (51) menegaskan bahwa di  antara  manusia dan  wahyu terdapat hijab, yang secara harfiah bisa  berarti penutup,  pembatas,  pemisah, dan  sebagainya.  Dengan  kata lain, hijab adalah “sesuatu yang memisahkan dua sesuatu (hal) yang lain”.  Ayat tersebut menegaskan bahwa dua hal yang  dihijab itu adalah wahyu dan manusia. Jadi, manusia hanya bisa mengetahui  wahyu bila hijab itu dibuka, ditembus, atau  disingkirkan. Tapi ternyata itu tidak bisa dilakukan oleh  manusia, sehingga Allah harus mengutus malaikat untuk  ‘mengeluarkan’ wahyu itu dari balik hijab tersebut.
Hijab antara  manusia dan wahyu itu — katakanlah — berbagai  lapisan  langit, yang hanya dapat ditembus oleh malaikat  yang mempunyai daya luncur 600 dimensi. Dengan demikian dapat kita katakan bahwa malaikat adalah “pengungkap rahasia di  balik hijab”. Sedangkan nabi adalah penerima ‘rahasia’  tersebut.
Selain pengertian di atas, hijab juga berarti  “sesuatu yang  membuat sesuatu yang lain tidak terlintas dalam  pemikiran manusia”. (Something that makes something else  imperceptible). Dalam suatu Hadis, misalnya, Nabi Muhammad memberikan gambaran tentang jannah. Jannah, katanya, adalah sesuatu yang fiha ma la ‘ainun ra-at wa la udznun sami’at wa la khathara  ‘ala qalbi basyar. Yaitu sesuatu  yang  keadaannya tidak pernah disaksikan, didengar, atau dikhayalkan manusia.
Bila gambaran tentang jannah ini kita kiaskan pada wahyu,  dengan mengaitkannya pada ayat di atas, maka  definisi wahyu adalah sesuatu yang terdapat di balik hijab, yang  tidak mungkin ditembus pandangan mata atau ditangkap oleh daya pendengaran, sehingga dengan demikian tidak mungkin  terlintas dalam khayalan atau pikiran manusia. Karena itulah dalam ayat di atas (51), Allah menegaskan bahwa manusia hanya  dapat  ‘menjangkau’ wahyu dengan bantuan Allah melalui  malaikatNya.
Jin sebagai hijab
Dalam  tulisan ini saya tidak perlu membahas jin  dalam pengertian  hakiki. Di sini cuma akan dibahas peran jin sebagai  lawan dari malaikat, yaitu sebagai hijab bagi  sampainya  wahyu kepada manusia. Untuk itu sebagai  salah  satu alat bantu saya gunakan kamus karangan Hans Wehr, A  Dictionary of Modern Written Arabic.
Bentuk katakerja dari jinn atau al-jinnu adalah janna-yajunnu, dan masdarnya adalah junun, yang artinya:
- menutupi
- menyembunyikan
- menyelubungi
Bila  janna digabungkan dengan ‘ala,  artinya  adalah: “malam telah datang”, atau “malam bertambah gelap”.
Bila dalam bentuk pasif (majhul), yaitu junna,  artinya dalah: “menjadi kesurupan”, atau “menjadi gila”.
Sedangkan kalimat janna junûnuhu berarti: “amat sangat keranjingan”, atau “amat sangat tergila-gila”.
Bila dipindah ke dalam pola fa’’ala (dobel ‘ain), menjadi jannana, artinya adalah: membuat gila, mendorong  kegilaan, menjadi gila, sangat marah, membangkitkan kemarahan.
Bila menggunakan pola istaf’ala, menjadi istajanna, artinya adalah: tertutup, terselubung, tersembunyi, menganggap orang lain gila, mengira orang lain gila.
Dari kata janna pula lahir kata jannah yang berarti kebun atau sorga. Menurut kamus Al-Munjid, kebun disebut  jannah  karena  kebun itu pada dasarnya adalah  sebidang  tanah yang ditutupi tumbuhan.
Dari kata yang sama lahir pula kata jinnah yang berarti kesurupan, keinginan terpendam, keranjingan, kegilaan.
Lahir  pula kata junnah yang berarti perlindungan,  naungan, perisai.
Ada  pula kata janan jamaknya ajnan, yang berarti  hati atau jiwa, dan ada pula kata jannan yang berarti tukang  kebun.
Kata  janin jamaknya ajinnah/ajnun juga  berasal  dari kata  yang sama. Artinya adalah: embrio (calon  bayi).  Bisa juga berarti kuman atau bakteri (yaitu makhluk-makhluk mahakecil, yang hanya bisa dilihat melalui mikroskop).
Tentu  saja kata majnun juga lahir dari kata  tersebut, yang  artinya:  gila, kesurupan, tergila-gila,  orang  gila, orang  yang sangat tergila-gila, orang sangat dungu,  bodoh, dan sebagainya.
Bila kita amati berbagai kata di atas, dapat kita  simpulkan bahwa berbagai hal yang tergambar dari maknanya  ternyata  tidak seluruhnya berkaitan dengan jin  sebagai  salah satu  makhluk non-benda. Namun semua jelas  mempunyai  makna dasar  “penutup” atau “menutupi”. Dengan kata  lain  pengertiannya sama dengan “hijab”.
Surat  Ar-Rahman ayat 15 menegaskan bahwa  jin  terbuat dari api. Surat Shad ayat 76, surat Al-A’raf ayat 12  menyebutkan  bahwa iblis juga terbuat dari api. Dengan  demikian, jin dan iblis adalah sebangsa.
Isa  Bugis membagi jin ke dalam dua  pengertian,  yaitu arti  khusus dan arti umum. Arti khusus adalah  jin  sebagai makhluk gaya yang belum efektif (= belum memainkan peran apa pun), yaitu belum berperan  dalam hidup manusia. Sedangkan jin dalam arti umum adalah jin yang sudah efektif, yang dalam Al-Qurãn disebut iblis.
Surat  Al-A’raf ayat 17 menjelaskan tekad  iblis  untuk menghijab manusia dari ajaran Allah: “Karena  anda  (Allah) telah memvonisku sesat, maka aku benar-benar akan menghadang mereka agar membelok dari jalan hidupMu yang sebenarnya. Aku juga akan mengepung mereka dari depan dan belakang, dari kanan dan dari kiri mereka, sehingga akan Kau lihat nanti  kebanyakan mereka menjadi orang-orang yang tak tahu diuntung.”
Itulah gambaran tentang cara iblis/jin menghijab  manusia dari ajaran Allah.
Surat Fushilat ayat 5 memberikan gambaran lain  tentang hijab yang memisahkan manusia dari wahyu Allah: “Mereka (orang-orang kafir) mengatakan, ‘Hati kami tertutup dari da’wah yang kamu tawarkan; di kuping kami ada penyumbat. Tegasnya, di antara kami dan kamu ada hijab. Karena itu,  lakukan apa yang ingin kamu lakukan, karena kami  juga akan terus melakukan apa yang ingin kami lakukan.”
Itulah salah satu bentuk ‘kegilaan’ manusia yang ‘kesurupan  jin’. Dan kata sebuah pepatah Arab: Al-jununu  funun. Kegilaan  itu banyak macamnya, alias muncul  dalam  berbagai bentuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar