Jumat, 09 September 2011

Timbulnya Ilmu


oleh Bruce Lee Panjaitan Sinaga pada 07 Februari 2011 jam 10:43
TIMBULNYA ILMU

Kamis, 31 Desember 2009
Pengantar ke jalan ILMU & PENGETAHUAN
Penyusun : Mohammad Hatta
Penerbit MUTIARA Jakarta.

”Tetapi perlainan pendapat itu adalah garam dari pada ilmu. Du choc des opinions jailit la verite, kata peribahasa Perancis. Pertukaran pikiran menimbulkan kebenaran ! Memang, dengan bertukar pikiran dalam hati, sambil belajar, dengan pujangga-pujangga yag disebutkan itu, para pelajar menuju kebenaran yang akan dimilikinya sendiri” (Pengantar Cetakan kedua Jakarta Januari 1959 oleh : Mohammad Hatta, Proklamator Republik Indonesia dan Wakil Presiden pertama Republik Indonesia)

=============================================================
TIMBULNYA ILMU

Bagi manusia masa belum berilmu, alam ini satu tampaknya. Alam ini baginya barang ajaib, tempat ia takut dan hormat. Keheranannya akan kebesaran alam menimbulkan fantasi, tahyul dan cerita ganjil-ganjil, yang lambat-laun menjadi pusaka hidup manusia. Fantasi dan angan-angan menimbulkan barang yang bagus yang tak ada dalam dunia lahir. Fantasi adalah bermimpi akan keindahan yang tidak ada. Dari bermimpi akan keindahan itu akhirya timbul keinginan akan kebenaran. Di sanalah manusia mulai ingin akan mengetahui apa yang dilihatnya dan apa yang dialaminya. Dalam hatinya timbul keinginan akan mengetahui rahasia alam. Lalu berpikirlah ia tentang asal alam ini dan bagaimana kamajuannya. Mula-mula pikiran manusia itu liar. Ia menyangka, bahwa alam ini dapat ditembus dengan akal. Di sebelah soal alam besar itu timbul pula dalam dada manusia soal alam kecil. Manusia berpaling akan dirinya, lalu bertanya : apa ujud hidupku, apa yang harus aku perbuat dan apa kewajibanku dalam dunia ini?

Demikianlah dari semulanya pikiran manusia dihinggapi oleh dua soal : alam luaran (kosmos) dan soal sikap hidup (etik). Dari pokok yang dua hal ini timbul lama-kelamaan dan berangsur-angsur berbagai cabang pengetahuan ilmu.

(Disini kita bertanya, kenapa orang yang hidup di daerah terpencil, yang mempunyai akal dan pikiran tidak mampu melahirkan ilmu sebagaimana diuraikan diatas? Bisakah seorang berpikir sistematis tanpa study? Ternyata Bung Hatta juga harus belajar ke negeri Belanda untuk bisa menulis buku ini. Jadi pelajaran dasar yang sudah diterima oleh Bung Hatta itulah yang menjadi dasar cara berpikir beliau. Sehingga yang benar Ilmu itu harus melalui Satu Ajaran. Pertanyaannya, siapa yang mengajarkan para filosof Yanani ? seperti Sokrates yang dianggap Bapak Ilmu pengetahuan ? Apakah keberadaan ajaran Allah kepada Nabi-Nabisejak Nabi Adam sampai Nabi Sulaiman pada saat itu tidak berpengaruh atas cara berpikir manusia? Untuk mengetahui lebih lanjut isi buku Bung Hatta ini mari kita teruskan )

Makin banyak manusia berpikir tentang alam dan penghidupan, makin banyak masalah yang dilihatnya. Sebab itu bagi ilmu, alam ini tidak satu lagi, melainkan terpecah-pecah. Ilmu memikirkan alam ini terpecah. Ilmu memecah alam yang satu itu gunanya supaya dapat diterangkannya kedudukan satu-satu maslah itu. Tiap-tiap ilmu hanya menyelediki satu atau satu golongan masalah saja yang sama sifatnya. Waktu menghadapi alam yang lahir itu yang tidak tentu batasnya dan tidak terbilang soalnya, satu-satu ilmu mengambil satu macam masalah yang akan diselidikinya dan dikupasnya akan bagaimana duduknya dan apa sebabnya.

Dari masalah yang sebanyak itu kita ambil beberapa saja, yang kita anggap penting bagi pengetahuan kita, lalu kita selidiki bagaimana duduknya dan betapa perhubungan sebab dan akibatnya. Peri kita mengambil peninjauan itu menetapkan pula ukuran mana yang harus dipakai. Ukuran itu disebut methode ilmu. Sebetulnya methode itu tidak lain dari pada satu skema, satu rancangan bekerja, untuk menyusun masalah yang satu itu menjadi satu system pengetahuan. Apa yang tersusun dalam system itu menurut perhubungan sebab dan akibatnya adalah soal-soal yang serupa sifatnya.

Tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
Ilmu apa juga, ia harus memenuhi syarat ini, barulah boleh disebut ilmu.
Jelasnya ilmu tabiatnya mengadakan susunan dalam alam yang tidak tentu batasnya, supaya alam ini dapat diketahui, dari sebagian ke sebagian.

Sebetulnya mengadakan susunan dalam alam itu sudah ada dimasa sebelum berilmu. Tetai tidak dengan keinsyafan yang tertentu, melainkan menurut keperluan hidup sehari-hari. Lama-lama orang teoritika berpikir tentang hal ihwal alam, sudah terdapat susunan pengertian. Barang-barang yang kita lihat atau masalah yang kita alami, kita beri nama dan kita bagi dalam beberapa golongan menurut keperluan hidup kita. Perbuatan itu maksudnya untuk mengenal tanda satu-satunya, untuk membedakan yang satu dengan yang lain. Nama-nama dan golongan itu, hidup dalam pengertian manusia turun-temurun, sehingga orang yang kemudian tidak tahu lagi dari mana dan apabila timbulnya. Dari semula kita dapati barang-barang itu sudah bernama dan berkelas-kelas.

(Ini adalah cara pengetahuan Barat menghilangkan jejak Ajaran Allah kepada manusia. Allah berkali-kali dalam Al-Qur’an menyatakan bahwa : ”Kami Allah yang memulai peradaban/kebudayaan manusia dan Kami pula yang mengulanginya”. Jika umat Islam belajar ilmu tafsir, maka diceritakan bahwa Nabi Adam itu telah diajarkan nama-nama, seperti batu, kayu, pohon dan lain-lain sebagainya. Nabi Adam dan Hawa digambarkan setelah terusir dari Surga hidup dalam keadaan telanjang, dan hanya makan buah-buahan. Pada hal apa yang diajarkan kepada Nabi Muhammad juga telah diajarkan kepada Nabi Adam, bagaimana hidup dengan cara sederhana tapi halal, telah diajarkan api dan air, dingin dan panas dan sebagainya.( Ajaran Allah itu kemudian telah menjadi kebiasaan dalam hidup manusia, dimana kesadarannya ada yang putus dengan Ajaran Allah, maka semuanya dianggap saja sebagai warisan nenek moyang) Oleh Bung Hatta dikatakan bahwa nama-nama itu berasal dari Yunani kuno. kita lanjutkan :

Kalau kita perhatikan tabiat manusia, yang sudah semenjak masa sebelum berilmu mengadakan susunan dalam alam, maka tidaklah mengherankan kalau ilmu Alam lebih dahulu timbulnya dari pada ilmu yang mempelajari pergaulan manusia dalam masyarakat, yang kita beri nama Ilmu Sosial.
Mula-mula tujuan pengetahuan manusia semata-mata untuk mengetahui sifat-sifat barang dan kodrat di alam. Itulah masanya ilmu teoritika. Dalam tingkat ini ilmu masih mempunyai sifat yang murni. Mencari kebenaran semata-mata untuk kebenaran saja. Tatkala manusia berikhtiar mempergunakan ilmunya itu untuk mencapai beberapa tujuan hidup, maka timbullah ilmu praktika sebagai ilmu teknik, ilmu agraria dan ilmu kedokteran.

Perbedaan kedua golongan itu begini : Ilmu teoritika memandang kebelakang, memikirkan kedaan masalah-masalah yang sudah berlaku dengan menyatakan perhubungan sebab dan akibatnya. Keterangannya berlaku bagi tiap-tiap masalah yang serupa itu yang ternyata kemudian di belakang hari.
Ilmu praktika memandang ke muka dengan mempergunakan pengetahuan ilmu yang ada untuk mendapat jalan baru yang mesti ditempuh untuk mencapai satu perbaikan keadaan dan syarat hidup yang lebih sempurna.
Demikianlah manusia berangsur-angsur melengkapkan pengetahuannya tentang alam luaran. Bermula dengan alam diatasnya, kemudian dengan alam disekitarnya, dan akhirnya ia sampai memperhatikan keadaan alam dalam tubuhnya : alam kecil. Ilmu yangmempelajari yang kemudian ini disebut ilmu jiwa atau psikologi.

Tatkala manusia insyaf akan adanya masalah dalam perhubungan manusia dalam masyarakat, maka timbullah Ilmu Sosial yang makin lama makin banyak cabangnya.Tetapi nyatalah, bahwa ilmu social baru ada dengan masyarakat yang sudah banyak seluk-beluknya dan banyak perhubungannya serta dalam pertentanganya. Ia baru timbul dalam abad kesembilan belas.
Semuanya itu tidak mengherankan, karena masalah sosial lebih sukar melihatnya daripada masalah ilmu alam. Maslah ilmu alam dapat diketahui adanya pancaindra kita, tetapi masalah ilmu social, yang timbul daripada perhubungan manusia dengan masyarakat tidak dapat dilihat atau dirasai seperti itu. Masalahnya gaib, sebab itu hanya dapat dialami dengan keinsyafan dalam tubuh kita. Atau seperti pernah disebut orang dengan peribahasa ilmu : dilihat dengan ”pancaindra yang keenam”.

Adapun penghidupan sosial itu banyak seginya, sebab itu banyak pula macam masalahnya. Ada masalah yang berhubungan dengan tindakan manusia mencari penghidupanya, yang disebut ilmu ekonomi. Ada masalah yang bersangkutan dengan perhubungan manusia yang melakukan haknya. Masalah itu diterangkan kedudukannya oleh ilmu hukum. Ada masalah yang bersangkutan dengan tabiat manusia yang hidup senantiasa berkumpul-kumpul dan bersekutu. Masalah ini menjadi pokok penyelidikan ilmu sosiologi yang disebut juga ilmu masyarakat.

Seperti juga dengan kemajuan ilmu alam, terdapat dalam ilmu sosial dua golongan ilmu : ilmu teoritika yang tujuannya semata-mata mendapat pengertian tentang kedudukan sifat sosial dan ilmu praktika yang mempergunakan pengetahuan ilmu yang ada untuk merancang jalan untuk mencapai beberapa tujuan hidup. Sebagai ilmu sosial praktika kita sebutkan ilmu perusahaan, ilmu pemerintahan dan ilmu mendidik (pedagogi).
Selain dari pada dua golongan ilmu yang besar itu, Ilmu Alam dan Ilmu Sosial, ada lagi dua golongan ilmu, yang sering menjadi alat buat keperluan penyelidikan tentag penghidupan masyarakat. Pertama Ilmu matematika yang telah disebut diatas dan dengan sepatah kata; dan kedua ilmu bahasa.

Ilmu matematika mempunyai obyek pemeriksaan yang terletak diluar dunia lahir. Yang dikerjakannya yaitu angka-angka, garis, siku-siku, petak, bundaran dan lain-lainnya. Semuanya itu gambaran yang tidak ada dalam dunia lahir, melainkan hanya ada sebagai cetakan pikiran saja. Tetapi hasil penyelidikannya dipergunakan sebagai perkakas pengukur bagi ilmu alam dalam dunia yang lahir.
Ilmu Bahasa mempelajari kedudukan bahasa dan asal usulnya sebagai alat penghubungan manusia. Adanya ilmu bahasa hanya dapat dipikirkan bersangkut dengan masyarakat. Sebab itu ilmu bahasa dekat perhubungannya dengan ilmu sosial. Dan hasil penyelidikan ilmu bahasa dipergunakan oleh ilmu sosial untuk menyusun gerakan dan perjalanan persekutuan manusia dari masa ke masa yang gelap.

Akhirnya, ilmu bahasa menjadi alat yang terpenting untuk menyelidiki perkembangan adapt-istiadat, peradaban dan kebudayaan. Perkembangan ilmu yang menyelidiki masalah-masalah yang akhir ini, dalam persangkut-pautannya, memperlihatkan adanya satu golongan ilmu lagi, disebelah Ilmu Alam dan Ilmu Sosial yaitu Ilmu Kebudayaan.
Demikianlah ringkasnya timbulnya dan jalan pikiran manusia mencari pengetahuan dan pengertian tentang masalah yang dilihatnya dan dialaminya dalam alam dan masyarakat.


Dari uraian Mohammat Hatta tentang timbulnya ilmu, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa ilmu pengetahuan Barat yang Naturalis, lahir dari kegelisahan berpikir. Hanya saja kita bertanya, apa sebab orang yang tinggal di Badui Banten, tidak pernah gelisah dalam hidup mereka sehingga mereka melahirkan ilmu dari hasil pengamatan alam ini. Mereka puas dengan cara hidup mereka, dan ternyata kegelisahan berpikir itu adalah tantangan karena telah menerima satu ajaran sebagai gagasan untuk bertindak. Pendidikan itulah yang tidak pernah didapat oleh orang Badui tadi. Menurut Philip K Hitti dalam bukunya History of the Arabs, bahwa ketika Nabi Muhammad tampil dalam panggung peradaban dunia, Raja-raja di kerajaan-kerajaan Barat baru mempelajari menulis nama mereka. Diakui oleh Mohammat Hatta, bahwa Ilmu Sosial baru tampil sekitar abad ke 19. Pada hal Negara yang pertama-kali mempraktekkan kebebasan, perlindungan akan hak pribadi dan pemilihan berdasarkan suara terbanyak adalah Negara Madinatul Munawwarah yang dipimpin oleh Muhammad SAW dilanjutkan oleh Abubakar dan Umar.
Tentang timbunya Ilmu dari mempelajari hukum sebab akibat, Allah memberikan jawabannya dalam surat Asy-Syamsy ayat 1 - 6 sebagai berikut :

1) 1) WASY-SYAMSI WADH-DHUHAAHAA
Diketahui Matahari pemancar terang dan mengakibatkan cahaya dhuha menuju siang

2) WAL-QAMARI IDZAA TALAAHAA
Dan bulan membadar pada garis edar dibelakang permukaan bumi kelam bertolak belakang dengan siang terang.

3) WAN-NAHAARI IDZAA JAL-LAAHAA
Dan siang pada sudut matahari tegak vartikal pada permukaan bumi yang bertolak belakang dengan gellap kelam.

4) WAL-LAILI IDZAA YAGHSYAAHAA
Dan malam pada sudut permukaan bumi kelam bertolak belakang dengan permukaan terang

5) WAS-SAMAAI WAMA BANAAHAA
Dan semesta peredaran angkasa siapa gerangan yang melukiskan?.

6) WAL-ARDHI WAMAA THAHA-HAA
Dan bumi, siapa gerangan yang memutar dan mengedarkan ?

Jikalau semua alam semesta termasuk matahari sebagai akibat, siapakah Penyebabnya? Disini manusia buntu mencari jawaban ilmu dengan akal dan pikiran semata, kecuali bagaikan orang berjalan di malam hari tanpa pelita.
Hanya Allah jualah dengan Ajaran-Nya Al-Qur’an menurut Sunnah Rasul ini sebagai penyebabnya semua makhluk menjadi akibatnya.
Timbulnya Ilmu adalah hasil dari satu gagasan yang telah diajarkan Allah kepada para Nabi semenjak Adam.
Untuk itu Allah menegaskan dalam surat Al-Bayyinah ayat 1-4 sebagai berikut :

1) LAM YAKUNIL-LADZIINA KAFARUU MIN AHLI KITAABI WAL-MUSYRIQIINA MUNFAQQIINA HATTA TA’TIYA HUMUL BAYYINAH.
Tidak adalah ungkapan-ungkapan kekufuran daripara Ahli Kitab dan orang orang Musyrik sebagai satu hasil komplotan itu kecuali setelahnya mereka mendapat satu ajaran ILMIYAH.

2) RASUULUN MINALLAAHI YATHLUU SUHUFAM MUTHAHHARAH
Yaitu Sunnah Rasul menurut Ajaran Allah yang Nur yang telah dibukukan kedalam sebuah kitab yang akan memurnikan tanggapan ilmiyyah.

3) FII HAA KUTUBUN QAYYIMAH
Didalam mana termaktub satu Tata Kehidupan yang ampuh teguh.

4) WAMAA TAFARRAQAL-LADZIINA UUTUL KITABAA IL-LAA MIN BA’DI MAA JAA-ATHUMUL BAYYINAH.
Dan tidak adalah kehidupan para ahli kitab yang saling berpecah belah itu kecuali hasil penyelewengannya terhadap ajaran Nur dari Allah.

Sebagai penutup apa yang diajukan oleh Bung Hatta, adalah bahwa Ilmu teoritika memandang kebelakang sedangkan Ilmu Praktika memandang kemuka.
Menurut Ajaran Allah, Ilmu teoritika bukan memandang kebelakang tapi berpandangan dan bersikap dengan Ajaran Allah yakni Al-Qur’an menurut Sunnah Rasul yang diletakkan didepan sebagai Imam, sebagaimana bunyi pertanyaan : WA MAA IMAMMUKA ? jawabannya WAL-QURAANU IMAAMI
Al-Qur’an adalah Imam harus berada didepan. Bahwa ilmu praktika atau ilmu tekhnik diperkembangkan dengan setimbang dan sesuai tantangan, jika tidak maka kerusakan alam sekarang ini akibat dari kemajuan teknologi yang berlebih-lebihan,
Ilmu Sosial, justru Nabi Muhammad itu diutus untuk menyempurnakan ahlak manusia, akhlak dalam bidang pemerintahan, bidang ekonomi, bidang perang dan sebagainya. Semuanya itu adalah akhlak yang dibawah oleh Nabi Muhammad.
Jikalau Ilmu pengetahuan Barat dalam bidang Sosial selalu gagal dalam mengujudkan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh manusia, itu karena berdasar peri bahasa dalam ilmu yang dikatakan oleh Bung Hatta, Ilmu Sosial hanya bisa dibaca dengan panca indra keenam. Berarti hanya paranormal saja yang bisa …Kasian deh luu… Teorinya segerobak hasilnya hanya untuk mengabadikan kemiskinan sistemik….Alhamdulillah…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar